BIMATA.ID, Jakarta- Program Kartu Prakerja yang dikampanyekan Joko Widodo dalam pemilu tahun 2019 berubah orientasi. Program yang awalnya dirancang sebagai tunjangan bagi pengangguran atau para pencari kerja itu sekarang digunakan untuk orang-orang yang terdampak langsung wabah wabah corona di Indonesia.
Masyarakat yang terimbas pandemi covid-19, seperti karyawan korban pemutusan hubungan kerja, pengusaha kecil yang kehilangan pasar atau omzet, pekerja harian sejenis pengemudi ojek, berhak menerima tunjangan melalui Kartu Prakerja. Tetapi mereka harus terdaftar sebagai peserta dan memenuhi sejumlah persyaratan.
Pemerintah mengalokasikan program itu untuk 5,6 juta orang se-Indonesia. Anggarannya semula disiapkan Rp10 triliun lalu dinaikkan menjadi Rp20 triliun. Masing-masing orang yang terdaftar akan mendapatkan insentif sebesar Rp3,5 juta selama empat bulan dalam masa darurat covid-19.
Program Kartu Prakerja awalnya akan diluncurkan pada 9 April 2020. Laman untuk pendaftaran secara daring dan informasi selengkapnya, Prakerja.go.id, sudah diperkenalkan kepada publik jauh-jauh hari. Tetapi, di hari yang dijanjikan, laman itu mendadak eror. Rencana peluncuran akhirnya diundur hingga 11 April karena alasan teknis demi mengoptimalkan performa laman.
Sayangnya, dampak wabah covid-19 tak dapat ditunda-tunda. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sudah 1,2 juta pekerja dirumahkan dan di-PHK berdasarkan pemutakhiran data per 7 April. Gelombang PHK itu akan terus terjadi dan diramalkan mencapai puncaknya —PHK besar-besaran— pada Juni, seiring dengan perkiraan puncak pandemi corona.
Namun, yang terdampak bukan sektor itu saja. Para pekerja sektor informal seperti pengemudi taksi online atau ojek online lebih dini merasakan dampaknya, terutama sejak pemerintah menggencarkan anjuran agar masyarakat menjaga jarak dan lebih banyak beraktivitas di rumah untuk mencegah penularan corona. Tidak ada data pasti jumlah pengemudi taksi online atau ojek online, tapi diperkirakan mencapai 2,5 juta orang dan separuh di antaranya berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Para sopir taksi/angkutan umum, pedagang kakilima, pengemudi becak, buruh harian, pelaku usaha kecil/mikro seperti toko kelontong —pokoknya pekerja sektor informal yang mengandalkan penghasilan dari kerja harian— sudah lebih dahulu merana. Penghasilan mereka merosot sejak kegiatan ekonomi, terutama di kota-kota besar, lumpuh. Jumlah mereka, tentu saja, tidak ribuan atau ratusan ribu, melainkan jutaan orang se-Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (Agustus 2019), jumlah pekerja informal mencapai 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total pekerja se-Indonesia. Sebanyak 3,3 juta di antaranya ada di Jakarta dan sekitarnya.
Jumlah itu —bahkan dengan mengabaikan angka total 70,49 juta pekerja informal— diperkirakan tak sebanding dengan bujet pemerintah yang mengalokasikan dana tunjangan Kartu Prakerja untuk 5,6 juta orang. Pemerintah memang memprioritaskan Kartu Prakerja untuk mereka yang sama sekali belum mendapatkan bantuan dari program pemerintah, selain juga masih berusia muda.
Artinya, mereka yang sudah terdaftar sebagai penerima bantuan-bantuan pemerintah seperti paket sembako, program Kartu Sembako, Bantuan Langsung Tunai, Program Keluarga Harapan, dan insenti-insentif lain, tidak diprioritaskan sebagai peserta Kartu Prakerja.
Sebagaimana rencana awal pemerintah, Kartu Prakerja dirancang untuk para remaja/pemuda berusia 18-24 tahun lulusan SMK/SMA yang sedang mencari kerja atau korban PHK. Jumlah mereka, menurut data pemerintah sebelum wabah Covid-19 merebak, mencapai 7 juta orang. Jadi, kalau data setelah pandemi corona ditambahkan, apalagi ketika di puncak masa gelombang PHK seperti diprediksikan, jumlahnya akan membengkak melebihi 5,6 juta orang.
Besaran uang tunjangan dan masa kepesertaan Kartu Prakerja itu pun menjadi masalah lain. Para peserta memang akan mendapatkan Rp3,5 juta —dengan rincian Rp1 juta untuk biaya pelatihan, Rp600 ribu selama empat bulan sebagai insentif, dan biaya survei kebekerjaan Rp50 ribu sebanyak 3 kali— selama April sampai Juli.
Bagi pekerja yang di-PHK atau pengemudi ojek online yang mendadak tak punya penghasilan sama sekali, misalnya, jumlah itu tentu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama empat bulan. Ditambah lagi situasi kelesuan ekonomi dan pembatasan aktivitas, tak akan banyak yang bisa diperbuat.
Jika pandemi corona sudah mereda pun kelak, katakanlah Agustus, situasi diperkirakan tetap tidak mudah, sementara para peserta Kartu Prakerja itu sudah tidak lagi mendapatkan uang insentif. Katakanlah mereka sudah memiliki keterampilan khusus untuk berwirausaha setelah menjalani pelatihan kerja secara online selama empat bulan sebelumnya.
Agustus dan bulan-bulan setelahnya tetap akan menjadi bulan yang tak mudah. Uang tunjangan yang mereka dapat sekadar pelipur lara saja.
Editor : FID