BIMATA.ID, JAKARTA- Properti merupakan salah satu sektor yang menunjukkan kinerja terburuk di antara sektor lainnya. Dalam kondisi normal pun, sektor properti masih belum bangkit dari keterpurukannya. Ditambah Pandemi Covid-19 yang makin meluas, nasib sektor properti betul-betul luluh lantak.
Hal ini tidak saja terlihat dari tingkat penjualan baik residensial maupun komersial yang mengalami stagnasi, pasokan pun tersendat yang pada gilirannya membuat harga jual makin tertekan.
Data yang disajikan portal Lamudi Indonesia, setidaknya dapat menjadi acuan, bahwa dalam matriks pencarian pun terus menurun. Menurut Managing Director Lamudi Indonesia Mart Polman, tingkat pencarian properti pada situs Lamudi tidak menunjukkan pertumbuhan.
“Ini tidak seperti yang kami harapkan. Jika melihat traffic Lamudi, kita menghadapi penurunan kunjungan sekitar 15 persen dibandingkan dengan kondisi normal,” cetus Mart menjawab Kompas.com, Rabu (15/4/2020).
Angka lebih buruk ditunjukkan pada matriks penjualan bulan Maret dengan kemerosotan mencapai 25 persen dari transaksi normal. “Bulan April ini mungkin lebih menurun lagi,” imbuh dia.
Dengan melihat kondisi ini, kapan properti akan pulih? Tidak ada yang akan tahu karena situasinya masih terus berkembang dinamis. Namun, Mart percaya bahwa ketika periode krisis ini terlewati, sektor properti akan lekas pulih seperti sedia kala.
Dengan catatan, jika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dijalankan dengan ketat, dan seluruh masyarakat mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah. Mengacu pasar China, pemulihan pasar membutuhkan waktu dua bulan setelah virus Covid-19 menyebar kembali ke situasi normal. Tentu saja apa yang terjadi di China, bisa menjadi inspirasi untuk Indonesia. Meski tentu saja, postur dan struktur pasar Indonesia dan China tidaklah serupa.
Mart mengakui krisis Corona membuat sektor properti Indonesia sangat sulit dan menantang pengembang untuk melakukan siasat-siasat khusus.
Saat ini hal terpenting yang harus dilakukan adalah bagaimana pengembang bisa beradaptasi dengan kondisi ini dengan memberikan nilai lebih kepada masyarakat dan konsumen. Untuk itu, tentu saja dibutuhkan inovasi dan kreativitas. Hal ini menyusul pola bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang meningkatkan aktivitas berselancar di dunia maya, portal Lamudi dan media sosial seperti Facebook dan Instagram.
“Ini memberikan peluang bagi pelaku bisnis properti untuk menjangkau pasar yang memanfaatkan digital marketing,” ujar Mart.
Berikut tiga faktor yang bisa dijadikan panduan oleh pengembang agar bisa bertahan menjalankan bisnis propertinya:
1. Pastikan Keamanan Konsumen Memberikan nilai keamanan untuk konsumen
merupakan hal terpenting dalam memasarkan produk properti, apalagi di tengah wabah seperti ini. Untuk itu, hal yang bisa pengembang lakukan adalah menyebarkan informasi secara aktif tentang kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona di lokasi proyek, kantor marketing ataupun show unit.
Contohnya, pemeriksaan suhu ketika ingin masuk ke kantor marketing, distribusi masker, penyemprotan cairan desinfektan dan lain-lain. Informasi-informasi tersebut bisa pengembang sebar melalui sosial media.
2. Berkontribusi untuk Masyarakat
Nilai lain yang bisa pengembang lakukan adalah berkontribusi untuk masyarakat dengan cara melakukan aktivitas corporate social responsibility (CSR) untuk melawan virus corona.
Atau bisa juga dilakukan dengan charity program, seperti membuat program amal 10 persen dari pembayaran angsuran tunai akan digunakan untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD).
3. Inovasi Kerja Pengembang Guna memutus mata rantai penyebaran virus corona,
Pemerintah telah menginstruksikan pembatasan fisik atau physical distancing, kebijakan ini tentunya dapat membatasi aktivitas masyarakat termasuk kegiatan jual-beli properti. Melihat kondisi ini, sebaiknya pengembang memikirkan kembali proses pemasaran dengan cara menawarkan produk tanpa harus bertemu langsung dengan calon pembeli.
Sumber :properti.kompas.com
Editor :ZBP