BIMATA.ID, JAKARTA- Pandemi Covid-19 terus meluas ke berbagai wilayah di seluruh penjuru Indonesia. Sejak, pemerintah pertama kali mengkonfirmasi kasus pertama awal Maret lalu, korban infeksi terus bertambah.
Data pada Sabtu siang akhir pekan lalu, kasus infeksi di tanah air yang telah terkonfirmasi mencapai 3.842, dengan pasien sembuh berjumlah 286 dan 327 pasien meninggal.
Atas hal itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai krisis tersebut berpotensi meluas ke masalah-masalah lainnya. Seperti gejolak budaya (adaptasi), sosial dan ekonomi, termasuk krisis pangan jika penanganan dan penghentian penyebaran wabah tidak berjalan dengan efektif dan cepat.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika mengatakan gejala di atas sudah mulai muncul di beberapa wilayah, terutama daerah-daerah perkotaan yang jauh dari sumber pangan. Kelompok-kelompok rentan di perkotaan, buruh, tenaga kerja informal, dan pekerja harian lainnya merupakan komunitas yang paling terdampak atas situasi tersebut.
Kebijakan pembatasan jarak yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus secara langsung telah menyebabkan mereka kehilangan pemasukan dan bahkan sebagiannya di PHK. Ujungnya, nasib mereka menjadi semakin tidak pasti selama pandemi ini berlangsung.
Sementara, di desa dan pelosok-pelosok pesisir, petani dan nelayan juga merasakan dampak langsung. Seperti situasi yang dihadapi Serikat Petani Majalengka (SPM), para petani yang memasuki masa panen terancam mengalami kerugian.
“Masalahnya harga komoditas pangan tiba-tiba turun drastis akibat permintaan yang menurun,” kata Dewi.
Dia menuturkan, situasi fluktuasi harga yang tak menentu dapat berubah-rubah dalam satu hari, dialami juga oleh Serikat Tani Indramayu (STI) yang menanam padi sebagai komoditas pangan utamanya.
Situasi serupa dihadapi anggota Serikat Nelayan Indonesia (SNI), mereka terancam mengalami kerugian besar akibat hasil tangkapan laut mereka tidak diserap secara normal oleh pasar, utamanya pasar ekspor, misalnya untuk jenis rajungan.
“Dampaknya, harga anjlok dan hasil-hasil tangkapan berpotensi membusuk di gudang-gudang penyimpanan,” ujar dia.
Di sisi lain ada serikat-serikat tani Anggota KP yang sejauh ini masih memiliki lumbung pangan yang cukup untuk lumbung internalnya dalam 3 sampai 6 bulan ke depan, baik di tingkatan rumah tangga petani, organisasi tani lokal (OTL) dan serikat. Bahkan, serikat tani memiliki surplus dari lumbung pangannya yang dapat didonasikan ke masyarakat.
“Ini modal sosial yang penting di masa krisis, petani dengan pangan lokalnya menjadi terdepan menjawab krisis pangan,” kata dia.
Menyikapi situasi tersebut, KPA menggalang Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (GESLA) di tengah situasi pandemi untuk memperkuat solidaritas antara desa dengan kota, utamanya antara petani, buruh, nelayan, dan komunitas rentan di perkotaan.
Dalam situasi normal, Lumbung Agraria sendiri merupakan badan usaha ekonomi berbentuk koperasi milik KPA yang bekerja mendistribusikan dan memasarkan hasil-hasil produksi pangan petani dan serikat anggota kepada masyarakat luas. Anggota KPA, organisasi tani dan masyarakat adat selama ini telah mengembangkan konsep pembangunan baru berbasis agraria melalui Desa Maju Reforma Agraria (Damara).
Damara ini mempraktekan model-model reforma agraria tingkat desa dan kampung berdasarkan inisiatif masyarakat di bawah,” terangnya.
Dari mulai penguasaan, penggunaan dan pengusahaan tanahnya. Kemudian usaha produksi, distribusi dan konsumsi ditata ulang dengan diperkuat dalam semangat Damara.
Khusus menghadapi dampak luas darurat kesehatan, Lumbung Agraria menggagas GeSLA Atasi Covid-19 untuk aksi solidaritas antara desa dengan kota. Salah satunya dengan mendukung ketersediaan stok pangan komunitas rentan di perkotaan menghadapi dampak pandemik.
Ada 4 skema aksi yang digagas dan dijalankan GeSLA selama masa krisis pandemi. Diantaranya, Pertama, aksi donasi pangan dari petani.
Melalui seruan solidaritas, serikat tani Anggota KPA di Jawa Barat, dalam dua minggu terakhir ini telah menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dialirkan ke Lumbung Agraria sebagai bentuk solidaritas petani untuk diberikan secara gratis langsung kepada komunitas yang rentan terdampak krisis ekonomi akibat Covid-19, seperti jaringan buruh, pekerja sektor informal dan masyarakat miskin kota.
Kedua, aksi pangan sehat dan ekonomis. Ini adalah aksi ekonomi berbasis keswadayaan rakyat, yaitu menghubungkan antara produsen pangan skala kecil (petani, organisasi tani lokal, serikat) dengan konsumen prioritas.
Konsumen prioritas saat ini adalah buruh, miskin kota, nelayan dan pekerja informal yang rentan terdampak Covid. Menghubungkan langsung rakyat ke rakyat, produsen petani ke konsumen prioritas. Hal ini menjadi cara efektif memutus mata rantai distribusi pangan yang panjang berbiaya tinggi, yang selama ini rantai distribusinya dikuasai tengkulak, para spekulan, dan distributor besar.
Sumber :suara.com
Editor :ZBP