BisnisEnergi

KKKS Asing Bisa Tunda Proyek Hulu Migas Indonesia

BIMATA.ID, Ekbis- Virus COVID-19 berdampak pada sektor bisnis migas, di mana permintaan pada bahan bakar minyak (BBM) turun. Dampak dari melemahnya roda perekonomian.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) John S. Karamoy mengatakan lemahnya perekonomian membuat kilang harus mengurangi produksi BBM dan kilang menurunkan permintaan suplai feedstock yakni minyak bumi.

“Tentang anjloknya harga minyak bumi dunia kali ini sampai di kisaran US$ 20 per barel, lebih disebabkan oleh kenyataan adanya penurunan permintaan dunia akan BBM sejak permulaan bulan Februari,” ungkapnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan Indonesia sudah menyiapkan upaya penyelamatan ekonomi nasional. Harga minyak yang anjlok berdampak pada perusahaan minyak yang diprediksi bakal menunda pelaksanaan proyek migas di hulu.

“Perusahaan minyak asing ditengarai masih akan menunda pelaksanaan proyek migas hulu, karena asumsi dalam analisa keekonomian proyek sudah berubah,” imbuhnya.

Menurutnya beberapa IOC sudah kehilangan nilai besar dari market kapitalisasi mereka akibat dari tuntutan publik agar IOC mulai meninggalkan “fosil energi” dan beri porsi lebih besar kepada “go green”. Setidaknya dibutuhkan waktu 2-3 tahun bagi investor untuk memastikan terciptanya harga minyak yang wajar.

Hingga akhirnya ditentukan langkah baru mereka. Dengan pertimbangan ini, imbuhnya, kita harus membuat asumsi bahwa peran perusahaan asing akan menurun. “Aspermigas dituntut untuk merancang peran perusahaan migas hulu swasta nasional harus ditingkatkan,” jelasnya.

Dirinya menyebut seiring dengan penurunan permintaan dari kilang, beberapa IOC dilaporkan akan mengurangi belanja modal (capex) di eksplorasi dan produksi. Mereka mengambil posisi “wait and see” di angka “bottom” harga minyak sebelum membaik.

John memaparkan ada pihak yang optimis dan pesimis menanggapi hal ini. Ada yang membuat proyeksi harga minyak anjlok sampai di bawah US$ 20 per barel bahkan US$ 10 per barel. Karena Eropa dan AS masih belum siap menghadapi Covid-19.

“Tapi ada pihak yang optimis harga sudah di bottom (low US$ 20 per barel) dan mulai membaik karena keadaan di Tiongkok membaik dan industrinya mulai bergerak lagi. Di AS sudah ada program stimulus (US$ 2.0 Triliun) untuk mempertahankan kegiatan ekonomi dan memerangi Covid-19,” jelasnya.

 

Sumber :cnbcindonesia[dot]com
Editor :ZBP

Tags

Tulisan terkait

Bimata
Close