Kebijakan Pemerintah Atas Harga Gas Industri Harus Menguntungkan BUMN
BIMATA.ID, Jakarta– Anggota Komisi VI DPR Lamhot Sinaga meminta pemerintah dan pelaku industri mencari solusi bersama terkait polemik harga gas industri sektor tertentu.
“Kebijakan itu harus menjaga pengelolaan korporasi baik BUMN, swasta, industri dan rencana pengembangan infrastruktur dapat berjalan baik,” kata Lamhot Sinaga dalam keterangannya, Senin (2/3/2020).
Kebijakan ini jangan sampai mematikan pengembangan energi gas bumi dan mengurangi daya tarik investasi, baik di sektor hulu maupun hilir migas. Hal ini penting mengingat pembangunan infrastruktur hilir gas bumi dan eksplorasi lapangan baru migas memiliki posisi strategis untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.
“Tidak akan sehat jika tujuh sektor industri yang mendapat harga gas US$ 6 per MMBTU tumbuh, tapi badan usaha pengelola migas menjadi terkendala sustainability usahanya, sehingga energi hanya dinikmati segelintir pihak karena infrastruktur tidak terbangun optimal dan merata menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Termasuk dengan investasi hulu yang terganggu karena harga migas tidak masuk keekonomian bisnis. Itu malah berbahaya,” ujar Lamhot Sinaga.
ketergantungan Indonesia dari energi impor harus disikapi dengan kebijakan strategis. Dengan cadangan gas bumi yang jauh lebih besar dari minyak bumi, sudah seharusnya Indonesia memprioritaskan pembangunan infrastruktur gas. Apalagi sampai hari ini di industri hilir gas, jaringan infrastruktur gas belum tersambung secara merata di banyak wilayah di Indonesia.
“Jangan sampai kebijakan pemerintah justru merugikan dan mematikan BUMN. Harga gas US$ 6 per MMBTU sebaiknya lebih diutamakan ke industri atau BUMN yang menggunakan gas sebagai bahan baku seperti industri pupuk dan BUMN yang sedang tak sehat seperti Krakatau Steel,” jelasnya.
Kholid Syeirazi dari Center For Energy Policy mengatakan, tidak adil jika pelaku industri yang tidak menjadikan gas bumi sebagai bahan baku di atas 50 persen, mendapatkan subsidi harga gas oleh pemerintah, seperti tiga industri yang telah menikmati harga gas sesuai Perpres 40 tahun 2016. Karena sektor industri yang menerima subsidi tidak menjamin dapat memberikan kontribusi lebih besar ke perekonomian Indonesia.
“Jangan membeda-bedakan industri dengan pemberian subsidi harga gas. Kebijakan ini justru akan merusak daya saing industri kita,” imbuhnya.
Jika harga itu dipaksakan untuk titik konsumen, sektor hilir migas akan hancur dan akhirnya pengembangan infrastruktur gas akan mandeg atau tertahan.
Sumber: Beritasatu[dot]com
Editor: Z.B.Permadi