Gerbang Tani Sumsel Tuntut Keadilan Pemerintah Selesaikan Konflik Agraria
BIMATA.ID, JAKARTA- Ancaman pandemi global COVIC-19 (Virus Corona) dan krisis ekonomi seperti ini, perusahaan besar yang selama ini mendapat keistimewaan dari kebijakan pemerintah justru seharusnya turun tangan membantu negara menghadapi wabah ancaman krisis pangan dan ekonomi nasional, bukan malah melakukan tindakan yang memancing kemarahan petani dan masyarakat luas.
Seharusnya, reforma agraria yang ditandai dengan diselesaikannya konflik agraria secara berkeadilan bagi rakyat, dan dilakukannya redistribusi lahan kepada petani merupakan jalan keluar yang mesti dilakukan Negara dalam menjawab krisis saat ini, yakni menuju kedaulatan pangan melalui program Tanah untuk Rakyat/Petani.
Menurut Ketua Gerbang Tani Sumatera Selatan, Anwar Sadat, berdasarkan catatan NGO WALHI Sumsel, sebanyak 56% tanah di Sumsel atau seluas 4,9 juta hektar dari luas keseluruhan 8,7 juta hektar telah dikuasai oleh korporasi/perusahaan. Rinciannya adalah 1,2 juta hektar adalah areal Hutan Tanaman Industri (HTI), 1,7 juta hektar perkebunan dan 2,7 juta hektar sisanya adalah areal pertambangan batubara.
Hal ini yang menegaskan bahwa terjadi ketimpangan struktur penguasaan lahan, telah berdampak pada kemiskinan, meluasnya konflik-konflik agraria, hingga pada bencana lingkungan hidup (banjir, longsor, dan bencana asap),
“Darurat agraria perlu ditegaskan, karna kekayaan agraria, berupa tanah lebih banyak dikuasai oleh korporasi, baik HTI, Perkebunan, dan Pertambangan. Sementara rakyat, hanya mengelola sedikit saja dari sumber agraria yang ada,” kata Ketua DPW Gerbang Tani, Sumsel Anwar Sadat.
Berdasarkan pada Konstitusi UUD 1945, Pancasila, dan UUPA No. 5 Tahun 1960 atas situasi tersebut, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia atau Gerbang Tani, Sumatera Selatan mendesak Pemerintah untuk mengembalikan tanah rakyat, Pagar Batu, Lahat, Sumsel yang telah dirampas oleh perusahaan. “Mendesak kepada pemerintah untuk menuntaskan seluruh konflik agraria di Sumatera Selatan baik pada sektor perkebunan, kehutanan maupun pertambangan melalui evaluasi izin yang didalamnya terdapat konflik agraria dengan rakyat dan lingkungan hidup,” tegas Ketua DPW Gerbang Tani, Sumsel.
“Laksanakan Reforma Agraria, melalui redistribusi tanah bagi rakyat/petani oleh perusahaan yang melakukan kejahatan kemanusiaan dan lingkungan hidup, guna mendukung kedaulatan pangan dalam mengatasi krisis ekonomi saat ini dan pandemi COVIC-19,” katanya.
sumber :radarbangsa[dot]com
Editor :ZBP