BIMATA.ID, Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI menyampaikan dokumen alternatif penyelesaian masalah soal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke DPR RI, Senin (24/2/2020). Dalam dokumen ini, ada tiga alternatif penyelesaian untuk nasabah dan perusahaan.
Pertama Bail In, yaitu dukungan dari pemilik saham. Alternatif ini memiliki pertimbangan melakukan pembayaran penuh maupun sebagian dan risiko hukum (gugatan) jika dibayar sebagian.
Kedua Bail Out, yaitu dukungan dana dari Pemerintah. Alternatif ini memiliki pertimbangan karena belum ada peraturan terkait baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun KSSK.
Ketiga Likuidasi, yaitu pembubaran perusahaan. Alternatif ini memiliki pertimbangan karena harus dilakukan melalui OJK dan akan berdampak terhadap sosial politik yang signifikan.
Dari ketiga opsi di atas, Kementerian BUMN RI lebih memilih alternatif pertama dengan alasan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan politik.
Berdasarkan pilihan itu, maka Pemerintah kembali merumuskan tiga alternatif pembayaran hutang klaim yang akan dimulai pada 2020.
Pertama, perlakuan yang sama terhadap seluruh tipe produk. Pertimbangannya, aspek legal bahwa pembayaran nasabah tidak bisa dibedakan sehingga pembayaran dilakukan dengan cicilan yang sama.
Untuk produk tradisional dan JS Saving Plan, seluruh nasabah akan dibayar 5% di tahun 2020 dan sisanya dicicil hingga tahun 2024. Jumlah pembayaran di tahun 2020 untuk produk tradisional sebesar Rp 20 miliar dan JS Saving Plan sebesar Rp 617 miliar.
Jadi, total kebutuhan dana untuk pembayaran nasabah di tahun 2020 senilai Rp 637 miliar dan sisanya Rp 15,91 triliun dicicil hingga tahun 2024.
Skenario dari alternatif ini adalah dengan mendirikan perusahaan baru, yaitu PT Nusantara Life. PT ini di bawah perusahaan holding asuransi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Tujuan PT ini untuk menyediakan dana pembayaran nasabah.
Agar memenuhi equity gap di PT itu, maka dilakukan pengalihan aset senilai Rp 12,3 triliun, Penerbitan Premisory Note BPUI senilai Rp 9 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 15 triliun.
Kedua, prioritas dilakukan untuk produk tradisional. Pertimbangannya, berdasarkan nilai tunai sehingga pembayaran awal dilakukan senilai Rp 100 juta untuk seluruh nasabah dan sisanya dicicil.
Untuk produk tradisional dan JS Saving Plan, seluruh nasabah akan dibayar Rp 100 juta di tahun 2020 dan sisanya dicicil hingga tahun 2024. Jumlah pembayaran di tahun 2020 untuk produk tradisional sebesar Rp 138 miliar dan JS Saving Plan sebesar Rp 1,7 triliun.
Jadi total kebutuhan dana untuk pembayaran nasabah di tahun 2020 senilai Rp 1,85 triliun dan sisanya Rp 14,9 triliun dicicil hingga tahun 2024.
Agar memenuhi equity gap di Nusantara Life, maka dilakukan pengalihan aset senilai Rp 12 triliun, Penerbitan Promissory Notes BPUI senilai Rp 9 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 15 triliun.
Ketiga, melakukan pembatasan pertanggungan nilai tunai (benchmark LPS). Pertimbangannya, berdasarkan benchmark LPS sehingga pembayaran bisa dilaksanakan dengan adanya capping senilai Rp 2 miliar.
Untuk produk tradisional dan JS Saving Plan, seluruh nasabah dibayar 5 % kurang dari Rp 2 miliar di tahun 2020 dan sisanya dicicil hingga tahun 2024. Jumlah pembayaran di tahun 2020 untuk produk tradisional sebesar Rp 19 miliar dan JS Saving Plan sebesar Rp 652 miliar.
Jadi total kebutuhan dana untuk pembayaran nasabah di tahun 2020 senilai Rp 671 miliar dan sisanya Rp 12,74 triliun dicicil hingga tahun 2024.
Agar memenuhi equity gap di Nusantara Life, maka dilakukan pengalihan aset senilai Rp 14,8 triliun, Penerbitan Premisory Note BPUI senilai Rp 9 triliun, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 12,7 triliun.
Intinya Pemerintah ingin sekali bisa membayar nasabah yang telah jatuh tempo terkhusus untuk peserta asuransi tradisional.
Sumber: Cnbcindonesia.com
Editor: MBN