Bimata

Konferensi Pers Hamsah Dg Muntu Soal Bukti Kepemilikan Lahan Di Metro Tanjung Bunga Makassar

Bimatanews.com, Sul-Sel — Hamsah Dg Muntu (69) beserta Kuasa Hukumnya, Ibrahim Bando, SH, menggelar konferensi pers terkait klarifikasi atas Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang dibuat Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 20 Desember 2019 lalu.

SP2HP tersebut adalah laporan dari kuasa hukum Hamsah terhadap tiga pihak, yakni PT Passokkorang, PT Phinisi Sarana Properti dan saudara Abu Bakar, atas dugaan pelanggaran pasal 263 KUHP,  264 KUHP dan 266 KUHP. Kasus tersebut sudah dilaporkan pada 05 September 2019 di Mapolda Sulsel.

Kuasa Hukum pelapor, Ibrahim menyatakan, bahwa dalam SP2HP tersebut disebutkan kliennya tidak memiliki dokumen hak asli. 

“Dokumen hak kami katanya copian semua dan lokasi kami disebutkan tidak berada dalam wilayah tersebut, karena disana menurut SP2HP adalah masuk di wilayah Kelurahan Panambungan, Kecamatan Mariso, Kota Makassar. Sementara kami menggugat bahwa lokasi itu berada dalam wilayah Mattoangin,” papar Ibrahim.

Menurutnya, mereka menggelar pertemuan, karena ingin menunjukkan ke publik bahwa pihaknya memiliki dokumen-dokumen asli yang merujuk pada hak kliennya terhadap lokasi tersebut.

Beberapa dokumen yang diperlihatkan diantaranya adalah, salinan nota real asli Perikatan Perjanjian Jual Beli antara kliennya dengan pihak Najmiah Muin, dokumen peta blok I dan peta blok II asli untuk wilayah Mattoangin, dokumen asli Daftar Hasil Rekaman Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Pajak Pratama Makassar tahun 2005 yang juga menyatakan lokasi tersebut di Mattoangin dan beberapa putusan pengadilan asli yang menunjukkan keberhakan korban terhadap lokasi yang terletak di depan (seberang jalan) dari Rumah Sakit Siloam Jl. Metro Tanjung Bunga Makassar tersebut. 

Menurut Ibrahim, surat garap asli kliennya tidak dimilikinya, berhubung telah diambil oleh pihak kedua saat notareal Perikatan Perjanjian Jual-Beli dibuat.

“Dalam PPJB tersebut juga jelas tertera bahwa lokasi itu di wilayah administratif Mattoangin, kami juga punya bukti bahwasannya Nomor Obyek Pajak (NOP) klien kami kemudian dipecah sebagian dan kemudian dirubah subyeknya (balik nama) dari klien kami menjadi perusahaan disana. Disamping itu, perihal perubahan status wilayah tersebut tidak jelas kebenarannya, sebab itu butuh proses dan kajian serta penetapan yang tentunya tidak serta-merta bisa dilangsungkan,” terang Ibrahim.

Sementara itu, Hamsah selaku korban menyatakan sama sekali tidak mengetahui perihal tersebut.

“Tena kuissengngi punna narubah’i pak (saya tidak tahu kalau itu dirubah),” tutur Hamsah.

Ibrahim pun berharap bahwa aparat penyidik bisa lebih dalam meneliti dokumen-dokumen yang diperlihatkan.

“Kami telah menjawab SP2HP tersebut dan berharap bahwa permasalahan ini sudah bisa dilanjutkan dalam tahap penyidikan, dan kalau bisa mungkin bagus kalau dilanjutkan saja prosesnya hingga peradilan yang menjalankan kewenangannya dalam hal menetapkan perihal putusan mengenai laporan tersebut,” tutup sang pengacara.
Exit mobile version