BIMATAnews.com, Jakarta — Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, mencuatnya wacana perubahan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode masa jabatan dan opsi lainnya yakni 1 kali masa jabatan dengan rentang waktu 8 tahun menimbulkan beberagai spekulasi di masyarakat.
Pertama, masa jabatan Presiden selama dua periode merupakan buah dari perjuangan reformasi, jika kali ini dirubah menjadi 3 periode bukan hanya merupakan bentuk pengkhianatan atas perjuangan masa reformasi, namun secara tidak langsung membuka peluang oligarki baru.
Kedua, terkait dengan opsi lain yaitu masa jabatan Presiden hanya 1 periode dengan masa jabatan 8 tahun, disini terlihat ada muatan politis yang cukup besar.
Pasalnya, saat ini masalah paling krusial yang dihadapi partai politik adalah kekurangan sosok figur, jika masa jabatan presiden diubah hanya boleh 1 kali menjabat dengan waktu 8 tahun, partai politik berharap tidak ada calon incumbent dalam pemilihan, saya kira ini jika pemikirannya semacam ini partai politik malah terlihat seperti pecundang yang takut kalah sebelum pertandingan.
“Sejak dilakukan pilpres secara langsung bisa dikatakan pasangan incumbent memenangkan kontestasi pilpres hingga saat ini masih mendominasi, namun hal ini tidak menutup kemungkinan seperti dalam pilpres 2004 dimana ada capres incumbent justru kalah di pertarungan keduanya”ungkap Jajat, Selasa 26/11/2019