Headline
Kebebasan Berpendapat Dalam Ancaman?
Sampul Koran Tempo |
BIMATANEWS.com, JAKARTA — Salah satu hasil reformasi yaknibkebebasan berpendapat semakin mendapat ancaman. Sejumlah kampus dikabarkan melarang mahasiswanya berdiskusi. Bahkan unjuk rasa dihadapi dengan tindakan refresif dan intimidasi.
Koran tempo merilis dua pernyataan elit yang dinilai sebagai ancaman berpendapat. Yang pertama kepala staf kepresidenan Moeldoko dan ketua majelis permusyawaratan rakyat dan wakil ketua pemuda pancasila Bambang Sosatyo.
“Pemerintah berupaya mengelola stabilitas dengan demokrasi. Karena disatu sisi tuntutan demokrasibyang luar biasa, tapi sulit mengelola stabilitas dengan Demokrasi,” Moeldoko
“Kami akan menjelma jadi preman dan buas kembali tanpa pandang bulu manakala ada yang mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pancasila sertabpak Jokowi sebagaibkepala negara dan kepala pemerintahan, ” Bambang Soesatyo.
mengeritik pemerintah bisa menjadi perbuatan kriminal baru saat ini, sejumlah pegiat hak asasi manusia dan demokrasi menganggap Presiden Joko Widodo saat ini semakin anti demokrasi.
Pemerintah lewat alat negara antara lain kepolisian dinilai cenderung bertindak refresif dalam menangani kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta menutup ruang kritik terhadap kebijakan pemerintah.
Direktur Amnesty internasional Indonesia Usman Hamid yang dirilis tempo halaman 2 edisi rabu 30 oktober 2019 mengatakan pembubarab kegiatan diskusi di berbagai kampus yang temanya mengkritik pemerintah merupakan bentuk penghapusan demokrasi dimasyarakat secara sistematis.
“Rektorat kampus, aparat kepolisian hingga satpam yang terlibat dalam pembubaran-pembubaran tersebut sudah menjadi alat pemerintah untuk menekan kebebasan berpendapat, “Katanya kemarin.
Yayasan LBHI mencatat ada 78 peristiwa pelabggaran terhadap kebebasan berekspresi selama januari hingga 22 Oktober tahun ini. Sebanyak 6.128 orang jadi korban, 51 diantaranya meninggal. Pola pelanggaran diberbagai daerahbserupa : dari merintangi aksi, merusak alat pribadi, intimidasi, kriminalisasi hingga penganiayaan.
Indikasi tindakan represif
– Penghalangan atau pembatasan aksi : 32 Kejadian
Pola : Swepeng, penggeledahan tanpa hak, razia, kebijakan penghalangan.
-Tindakan terhadap alat / data pribadi : 6 Kejadian
Pola penyitaan dan perampasan, perusakan alat pribadi, pembukaan data pribadi, peretasan.
– Pembubaran tidak sah 57 Kejadian
Pola Pembubaran paksa dan pembubaran menggunakan alat, termasuk gas air mata, peluru karet dan peluru tajam.
-Perburuan dan penculikan 17 Kejadian
Pengejaran dan peculikan paksa saat unjuk rasa.
Kriminalisasi 95 Kejadian
Pola : Penangkapan dan salah tangkap, penahanan serta penetapan sebagai tersangka.
dirangkum dari Koran Tempo 30/10/2019